Rabu, 03 Juli 2013

Dunia Dalam Berita di TVRI

Dunia Dalam Berita adalah salah satu acara TVRI yang fenomenal di tahun 1980-an, di samping program-program lain seperti Aneka Ria Safari, Berpacu Dalam Melodi dan lainnya. Ini adalah acara yang mewartakan semua kejadian di seluruh dunia, termasuk olahraga dengan durasi 30 menit, dan tentu saja tanpa iklan. Di menit-menit terakhir juga disajikan perakiran cuaca di beberapa kota besar dunia.

Program ini pertama kali dimulai pada tahun 1974 dengan judul Berita Dunia TVRI merupakan ide Drs. H. Subrata, M.H yang memulai karir sebagai reporter sekaligus kameramen sejak tahun 1966 hingga diangkat menjadi Direktur Televisi pada tahun1980-1983. Ketika televisi swasta mulai bermunculan di Indonesia pemerintah lalu mewajibkan seluruh tv swasta tersebut untuk merelay Dunia Dalam Berita tersebut. Dan ketika pemerintahan Presiden Soeharto jatuh, seiring dengan era reformasi, maka tv swasta tak lagi merelay siaran berita tersebut dan memilih menyiarkan berita dari stasiunnya sendiri.

Selanjutnya TVRI masih tetap menyiarkan Dunia Dalam Berita meski tanpa di-rellay oleh tv swasta. Namun acara tersebut berakhir pada tanggal 31 Desember 2008 karena buruknya rating seiring dengan era keterbukaan, sehingga pemirsa lebih mempercayai informasi dari televisi swasta daripada siaran berita dari tv pemerintah, apalagi juga kemudian bermunculan tv swasta yang mengkhususkan pada acara news yang lebih up to date.

Beberapa pembaca berita yang menghiasi acara tersebut antara lain: Yasir Denhas, Anita Rachman, Yan Partawidjaja, Inke Maris, Poppy E.J.Tiendas, Max Sopacua, Usi Karundeng, Dana Iswara, Adolf Posumah, Ria Prihatini Moerdani. Begitu fenomenal acara tersebut bahkan Oetje F Tekol  menciptakan lagu dengan judul Dunia Dalam Berita yang dilantukan oleh Gito Rollies bersama The Rollies.

Senin, 01 Juli 2013

Episode Lagu-Lagu Jenaka

Pada dekade 80, hingar bingar musik Indonesia selain dipenuhi dengan lagu-lagu cengeng nan mendayu-dayu juga diwarnai dengan lagu-lagu berlirik jenaka. Tidak hanya liriknya, lagu-lagu tersebut juga ringan, gampang dicerna dan kadang agak norak.

Membicarakan lagu-lagu jenaka tahun 1980-an tak lengkap rasanya tanpa menyinggung Bill n Brod. Kelompok ini dianggotai oleh Arie Wibowo (vokal,gitar), Nyong Anggoman (keyboards), Kenny Damayanti (vokal), Wawan Konikos (vokal) dan Rully Bachrie (drums). Hits pertama group ini adalah Madu dan Racun yang pada tahun 1985 terjual lebih dari 1 juta keping. Suatu jumlah yang luar biasa pada tahun tersebut.

Bill n Brod menghasilkan beberapa album antara lain “Madu dan Racun” (1985), ”Singkong dan Keju” (1986), ”Kodokpun Ikut Menyanyi (1987)“  Bibir dan Hati”(1988) dan “Hampa” (1989). Memasuki tahun 90-an, mungkin karena selera musik yang mulai berubah, maka grup ini mulai vakum.

Tak hanya Bill n Brod, lagu-lagu jenaka juga diramaikan oleh PMR. PMR yang merupakan singkatan dari Penghantar Minum Racun adalah kelompok musik komedi yang beraliran dangdut. Mereka terdiri dari Jhonny Iskandar (vokalis), Boedi Padukone (gitar), Yuri Mahippal (mandolin), Imma Maranaan (bass), Ajie Cetti Bahadur Syah (perkusi), Harri "Muke Kapur" (mini drum). Selain dikenal karena suka memparodikan lagu-lagu populer saat itu, hitsnya yang fenomenal Judul-Judulan sempat dicekal oleh pemerintah karena lagunya dinilai berbau porno.

Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks (atau OM PSP) adalah grup musik dangdut humor asal Indonesia yang popular pada paruh awal dekade 80an. Grup musik ini serin tampil bersama-sama dengan Warkop sering memelesetkan lagu-lagu dangdut popular tahun 1960-an dan 1970-an. OM PSP merupakan pelopor dangdut humor.

Tak hanya group atau penyanyi pria saja, para penyanyi wanita juga tak ketinggalan menyemarakkan lagu-lagu jenaka tersebut. Simak pula judul-judul lagu norak dan jenaka yang pernah populer tahun 1980-an seperti Berdiri Bulu Romaku (Hetty Koes Endang), Amit-Amit Jabang Bayi (Ade Putra), Cintaku Sampai ke Ethiopia (Ria Resty Fauzi), Mariam Soto (Jamal Mirdad).

Sabtu, 22 Juni 2013

Rhoma Irama, Si Raja Dangdut

Dia tidak hanya terkenal di dalam negeri, tapi bahkan musisi luar negeri. Pernah promotor ingin menduetkan Rhoma Irama dengan Rolling Stone. Namun niat itu tidak terlaksana, mengingat posisi Rhoma yang saat itu berseberangan dengan pemerintah. Rhoma Irama mempunyai kemampuan dalam menghipnotis massa.

Rhoma Irama juga pernah pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura, dan Brunei dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Meski banyak yang menyebut musik Rhoma adalah musik dangdut, namun lebih suka bila musiknya disebut sebagai irama Melayu.

Tahun 70-an, Rhoma mencanangkan semboyan "Voice of Moslem" bertujuan menjadi agen pembaru musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Lagu Rhoma mewakili semua suasana ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain.

Rhoma  tampil di dunia film, hampir semua film Rhoma selalu laku. Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Hasil film tersebut antara lain disumbangkan untuk masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.

Rhoma juga terlibat dalam dunia politik. Masa awal Orde Baru, ia menjadi magnet bagi PPP, sehingga menjadi musuh bagi pemerintah Soeharto dan karya-karyanya sempat dicekal, tidak boleh tampil di TVRI. Dan ketika di awal 90-an dia memutuskan untuk hijrah ke Partai Golkar, banyak penggemar yang menyayangkan hal itu.

Terlahir dengan nama Raden Irama pada 11 Desember 1946, terlepas dari segala kontroversinya, terutama keterlibatannya dengan sejumlah wanita, tapi dia adalah tokoh besar Indonesia.

Kamis, 04 Juni 2009

Penataran P4 dan Manusia Pancasilais?

Lihatlah mereka yang berada di dalam ruangan itu. Mereka yang duduk rapi, berseragam dan mendengarkan seseorang yang, dia berbicara berapi-api, tentang akhlak dan moral, tentang baik dan buruk, tentang nasionalisme dan setumpuk tebal buku berada di depannya. Sementara orang-orang yang mendengarkan sesekali bertanya, atau membuat catatan kecil tentang sesuatu dan ini itu. Mereka tidak boleh bosan sebab hari masih panjang. Sebab mereka sedang mengikuti Penataran P4.

Sampai di akhir pemerintahan Orde Baru, setiap kali penerimaan siswa baru, dari SD sampai perguruan tinggi, apalagi bagi calon pegawai negeri, ada menu wajib yang harus dilalui. Yaitu penataran P4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam TAP MPR No.II/1978. Ada penataran P4 pola 10 jam sampai 100 jam. Jadwalnya ketat, berlangsung selama 15 hari sejak jam 8 pagi hingga 6 petang. Sekali absen, sudah dianggap gugur dan harus mulai dari awal. Lupa tidak membubuhkan tandatangan dalam buku absen pun, meski orangnya hadir, akan mendapat teguran tertulis.

Materi penataran ini paling tidak merupakan penyampaian pengetahuan mengenai P4, UUD 45 dan GBHN. Juga kebijakan pemerintahan. Atau keberhasilan pembangunan pemerintahan Orde Baru dan bahaya laten komunisme di Indonesia. Atau sudahkah peserta penataran menghafalkan menghafalkan 36 butir Pancasila sekaligus mengamalkannya.

Menurut pemerintah penataran P4 bisa disebut sebagai semacam ‘opstib mental’, semacam persuasi. Sistim demokrasi selalu mengenal persuasion dan coercion, bujukan dan paksaan, yang merupakan dua sayap dari satu ide. Dan penataran P4 inilah merupakan persuasionnya. Dan setelah ditatar, orang jadi lebih tahu tentang Pancasila sudah sesuai dengan Pancasila atau belum selama tindakannya.

Penataran P4 baru bisa disebut berhasil bila setelah ditatar, tingkah-laku peserta sehari-hari sudah satu dalam kata dan perbuatan. Juga membentuk manusia Indonesia yang Pancasilais. Apa itu manusia Pancasilais? Pancasilais itu setidaknya beriktikad baik, disiplin, sadar memperbaiki nasib rakyat. Pokoknya republikein. Juga penataran P4 bisa mendidik ‘menghormati pendapat orang lain, berusaha mengerti tanpa melukai hati. Dan sabar.’

Jika sudah mengikuti Penataran P4 apalagi menyandang predikat ‘manggala’, kesempurnaan hidup sebagai warga negara yang hidup di bumi Pancasila tercapai. Dan, itu berarti pula tiket untuk menduduki jabatan "basah" di instansi pemerintah. Tak soal apakah sudah mengamalkan butir-butir Pancasila atau belum dalam hidupnya.